Selasa, 11 November 2008

Syeh Puji, Amrozi cs, Pemilu 2009


Syeh Pujiono adalah seorang milyaner yang akhir-akhir ini menjadi buah bibir masyarakat. Betapa tidak, pria paru baya berumur 43 tahun ini mengegerkan masyarakat Indonesia dengan menikahi seorang anak berumur 12 tahun. Dengan alasan untuk menjaga harta yang dimilikinya ditambah dengan embel-embel sunnah Nabi Muhammad SAW yang menikahi Aisyah diumur 7 Tahun. Spontan saja, seluruh penduduk negeri ini gempar. Apakah memang Nabi mengajarkan kepada kita untuk menikahi anak dibawah umur? Atau memang kita termasuk pegikut Robert Mouri yang menuding Nabi Muhammad memiliki kelaian seks? Apakah benar dalam Islam dibolehkan menikahi wanita yang belum matang secara biologis?

Tanggal 9 November 2008 mungkin adalah hari bersejarah bagi rakyat Indonesia. Semua konsentrasi media baik cetak maupun elektronik tertuju pada sebuah perkampungan para napi kelas berat (baca: LP. Nusakambangan) di daerah Cilacap Jawa Tengah. Gerbong teroris yang dituding menjadi otak dalam kasus Bom di gianyar Bali enam tahun silam akhirnya ditembus dengan peluru tajam tim brimob POLDA Jawa Tengah. Harian Tribun Timur (edisi 9 November 2008) memberitakan Pekikan Takbir ‘Allahu Akbar’ tak henti-hentinya keluar dari lisan Amrozi, Imam Samudra dan Ali Gufron sebelum dieksekusi. Ketiga terpidana ini juga disebut-sebut adalah bagian dari gembong teroris besar dunia “Jama’ah Islamiyah”. Sebuah epik yang sangat menarik untuk diteliti dan dikaji. Benarkah mereka adalah seorang ‘Syuhada’ yang kembali kepada Allah dengan penuh Kemuliaan? Benarkah Islam adalah Agama yang penuh dengan kekerasan?

Aura Pemilu 2009 mulai terasa akhir-akhir ini. Baliho, Spanduk, Pamflet, Stiker maupun iklan TV tentang para kandidat yang akan bertarung memperebutkan kursi legislative dan eksekutif sudah menjadi sarapan pagi bagi rakyat Indonesia. Dimana-mana kita bisa menemukan ‘senyum kotak-kotak’ (meminjam istilah Sultan Sulaiman) menghiasi sudut-sudut kota. Namun apakah hubungan antara Pemilu, Syeh Puji dan Amrozi? Sepintas memang ketiga subjek ini tidak memiliki hubungan. Bagaimana mungkin Syeh Pujiono yang telah sukses membangun kerajaan bisnisnya tergoda dengan rayuan empuknya kursi legislative atau eksekutif. Atau Amrozi cs yang ingin mengankat popularitas mereka sehingga menjadi incaran partai-partai kecil yang kekurangan tokoh.

Tapi pernah kah kita menganalisa mengapa kasus Syeh Puji dan Amrozi kejadiannya beruntun. Seakan-akan ada sebuah scenario yang telah tersusun rapi. Bukan hanya kasus Syeh puji dan Amrozi, sebelumnya ada kasus Poligami seoarang ulama tersohor dinegeri ini yang menjadi polemik dimasyarakat. Tapi benarkah Syeh Puji, Amrozi dan Ulama yang berpoligami itu mempunyai hubungan dengan pemilu 2009? Setidaknya kita bisa melihat upaya desimbolisasi Islam yang coba dimainkan oleh aktor-aktor politik yang berkepentingan di Pemilu 2009. Kita seakan-akan digiring untuk mengakui simbol-simbol Islam identik dengan kekerasaan dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan sehingga asas tunggal Pancasila memang layak menjadi ideologi bagi semua orang termasuk partai politik. Partai yang mengusung Pancasila disebut partai nasionalis dan partai yang berasaskan Islam dilabeli partai fundamentalis.

Kemudian muncul statement mempolarisasi adanya kekuatan politik yang nasionalis dan yang lain tidak nasionalis. Seakan-akan Partai yang berasaskan Pancasila adalah partai yang mampu mewadahi kemajemukan bangsa ini. Sedangkan Partai beridiologi Agamis hanya mampu mewadahi satu golongan saja karena konflik internal yang terjadi didalamnya masih perlu ditangani secara intens. Kasus Syeh Puji, Amrozi Cs dan Ulama berpoligami yang dibesar-besarkan oleh media tadi dijadikan alat politik paling ampuh untuk menyerang partai-partai Islam-fundamentalis. Demi kepentingan politik praktis niali-nilai Islam yang suci dan mulia dikambing hitamkan oleh ‘poli-tikus’ yang terancam dengan kesolidan dan kekuatan partai Islam.

Walaupun masih terlalu dini untuk kita menuding siapakah actor intelektual yang menyusun scenario ini, yang pastinya kita bisa memprediksi akan terjadi lagi kasus-kasus desimbolisasi Islam menjelang Pemilu 2009 nanti. Bukankah pada tahun 2004 silam kasus Ahmadiyah yang dijadikan alat pemecah suara ummat Islam di Pemilu pada waktu itu. Kita tunggu saja, kejadian apalagi yang muncul menjelang Pemilu 2009. Ingat kitab politik Machievelli masih menjadi referensi utama dalam Political Behavior para petinggi negeri ini. Wallahu’Alam

4 komentar:

sITe pAra pNcari ... on 12 November 2008 pukul 18.27 mengatakan...

aslm..iya iya iya..bisa juga...siapakah gerangan yg merencanakan ini semua?

Ma'rifah on 14 November 2008 pukul 17.41 mengatakan...

analisa antum ckp bagus,
mmg dr dulu sy berfikir, para aktivis mahasiswa hrs konsen menggarap 2 ranah ini.. pendidikan dan media. Karena 2 ranah inilah yang menentukan kemajuan Indonesia, dan ini menjadi tugas qt sebagai generasi pelurus!
Jazakallah tulisannya semakin menginspirasi dan menguatkan cita2 pribadi saya unt eksis didunia pendidikan dan media:)

Disa on 14 November 2008 pukul 20.47 mengatakan...

Moga dakwah ini tidak kehilangan pemuda2 yang cerdas menganalisa situasi... dalam ranah siyasih fitnah itu keniscyaan... tapi Masya Allah itu belumlah seberapa...

jika begitu banyak pendosa tak lelah memurtadkan ummat dari asholahnya masihkah kita berpangku tangan padahal telah pasti janjiNya :SURGA!!!

Keep Hamasah!!!

inklusif on 28 November 2008 pukul 20.49 mengatakan...

Kalw saya sih sederhana saja tetang amrozi cs itu. Ada 3 kemungkinan:
1. Kalw dia yakin caranya benar dan dia ikhlas, pastinya dia tenangji,
2. Kalw tidak, pastinya pusing betul dia karena sudah terlanjur melakukan itu semua,
3. Kalw dia gila, pasrinya dia tidak pikirji itu semua.

Bravo

 

kunjungi juga

Dunia Blogger Indonesian Muslim Blogger
Atas nama TuhanKu Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template