Rabu, 29 April 2009

Golkar Mau kemana?


“MENJADI pemerintah dan oposisi itu sama terhormatnya,” begitu Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla berpidato saat membuka Rapat Pimpinan Nasional Khusus di Jakarta Partai Golkar, Kamis, 23 April 2009. Tepuk tangan dari para pemimpin Partai Beringin riuh menyambut. Hari itu juga, dalam sebuah persidangan yang berlangsung cepat, forum menetapkan Kalla menjadi calon presiden tunggal dari Partai Golkar.

Setelah sekian lama berlangsung tarik-ulur, resmi sudah Golkar berpisah koalisi dengan Demokrat untuk pemilu presiden-wakil presiden mendatang. Pasti sudah duet SBY-JK tak akan berlanjut di periode berikutnya.

Perceraian politik ini bak diresmikan keesokan harinya saat Presiden Yudhoyono dan Wakil Presiden Kalla bersama-sama memimpin rapat koordinasi pemilu di Gedung Sekretariat Negara. Rapat dimulai dengan tepuk tangan para gubernur yang hadir saat menyambut kedua pemimpin negara itu masuk ruangan. Membuka pertemuan, Presiden menjelaskan telah mengadakan pembicaraan khusus dengan wakilnya di ruang sebelah. “Ada kalanya kami bersama-sama, tapi ada kalanya kami melakukan kompetisi,” Presiden mengatakan.

***

Keputusan drastis Golkar itu sejatinya disokong suara tak bulat. Sejumlah pemimpin Golkar tak rela Beringin buru-buru bersiap menjadi oposisi. Mereka maklum, melihat hasil berbagai survei, kans SBY-JK untuk memenangkan pemilu presiden mendatang terbuka lebar. Dan jika JK maju sendiri, peluangnya untuk menang teramat tipis.

Menurut survei terakhir, sementara ini dukungan suara untuk JK di pentas pemilu presiden tak beranjak dari papan bawah. Hasil exit poll Lembaga Survei Indonesia di hari pencontrengan Pemilu Legislatif pada 9 April kemarin, dari 27 nama yang disodorkan kepada pemilih, nama Kalla hanya akan dicentang 4 persen pemilih. Ia berada di urutan keempat setelah SBY (49,6 persen), Megawati (14,1 persen), dan Prabowo Subianto (5,6 persen). “Tanpa Yudhoyono, peluang Kalla sangat kecil," kata pengamat politik Andrinof Chaniago.

Karena itu lah, Gubernur dan Ketua Golkar Gorontalo Fadel Muhammad menyatakan lebih suka Golkar berkoalisi dengan Demokrat. Apa pun bentuknya.

Namun suara seperti Fadel sedikit jumlahnya. Dia hanya mendapat dukungan dari sejumlah pengurus Golkar Kalimantan. Suara serupa di level pimpinan pusat juga tak bergema. Wakil Ketua Umum Agung Laksono dan salah satu Ketua DPP, Muladi, juga kalah suara.

Ketimbang memilih opsi yang rasional secara politik, rupanya mayoritas petinggi Golkar memilih maju tak gentar untuk mencalonkan presiden sendiri. Tekad ini kuat disuarakan para pengurus Golkar Sumatra, Jawa, dan Sulawesi, sebagian Kalimantan, dan sejumlah besar pengurus DPP. “Soal kalah atau menang, kita lihat nanti,” kata Said Fuad Zakaria, Ketua Golkar Aceh.

Ketua Dewan Pembina Golkar Surya Paloh mengatakan hasil rapat pimpinan khusus itu merupakan bentuk integritas Golkar. "Yang penting Golkar kembali pada identitasnya sebagai partai besar," katanya. Surya memang sedari awal menginginkan Golkar mengajukan calon presiden sendiri.

Muladi tak sependapat. Menurutnya keputusan ini tidak didasarkan pada logika yang dingin. “Dipenuhi emosi. Harga diri partai sangat menonjol di sini,” ia mengeluh, "Tekadnya sudah begitu, mau bagaimana lagi?”

***

Perpisahan Golkar–Demokrat bukan tanpa sebab. Retak sudah mulai terjadi saat pemilihan umum 2009 bergulir. Demokrat yang sedari awal mencalonkan kembali Yudhoyono sebagai presiden, terus menggantung sikap tentang nasib Golkar dan Jusuf Kalla. “Demokrat memutuskannya setelah hasil pemilu legislatif,” kata Anas Urbaningrum, Ketua DPP Partai Demokrat.

Situasi menjadi semakin parah garah-gara muncul “insiden 2,5 persen.” Ketika itu, Ketua Demokrat yang lain, Achmad Mubarok, terpeleset lidah di hadapan pers dengan mengandaikan perolehan suara Golkar di Pemilu Legislatif hanya akan meraup sekitar 2,5 persen.

Harga diri para pemimpin Beringin terkoyak. Para pengurus daerah Golkar tak kuat lagi menahan diri. Bak air bah, mereka lalu mendesak Kalla maju sebagai calon presiden. Di ambang perpecahan internal dan ancaman sebagian pengurus akan mengusung calon presiden lain, pertahanan Kalla pun ambrol. “Saya siap,” ia menegaskan di Istana Wakil Presiden, Jakarta, pada 20 Februari 2009.

Namun, setelah Pemilu Legislatif usai, Golkar limbung. Mengacu pada hasil perhitungan-cepat dan tabulasi sementara Komisi Pemilihan Umum, suara Golkar tampaknya ambrol ke angka 14-15 persen. Desakan untuk merapat lagi ke Demokrat pun kembali deras. Sejumlah petinggi Golkar yang semula berkeras ingin Kalla maju sebagai calon presiden mulai berpikir ulang. “Dengan kenyataan seperti ini, koalisi Golkar-Demokrat lebih tepat,” kata Ketua Partai Golkar, Theo L. Sambuaga.

Tapi malang tak dapat ditolak. Batu sandungan berikut datang menghadang: soal calon wakil presiden dari Golkar yang bisa diterima SBY.

Di saat koalisi Demokrat-Golkar mulai coba dianyam, status JK sebagai calon wakil presiden SBY terus menggantung tak jelas. “Ada pak JK, ada selain pak JK,” kata Yudhoyono.

Sudah begitu, setelah sekian lama tak pernah bertemu muka sejak JK menyatakan kesiapannya untuk maju sebagai calon presiden, kedua tokoh ini telah dua kali bertemu. Namun, tak ada kesepakatan apa pun yang dihasilkan. Bahkan, seperti hendak membantah kabar yang berembus usai pertemuan mereka di Cikeas, bahwa SBY akan kembali berduet dengan JK, keesokan harinya kepada wartawan Presiden mengatakan bahwa dalam pertemuan itu “tak ada yang istimewa.”

Alih-alih tegas memilih JK, Yudhoyono belakangan malah melansir lima kriteria calon pendampingnya. Prasyarat itu adalah berintegritas, punya kapasitas, loyal, diterima masyarakat, dan bisa mengokohkan koalisi. Banyak pihak melihat kriteria loyal merupakan lampu merah untuk JK.

Lobi antara kedua partai pun membentur tembok. Di Partai Demokrat ada Tim Sembilan yang diketuai Hadi Utomo, Ketua Umum Partai Demokrat. Adapun Golkar membentuk sebuah tim yang terdiri dari Sekretaris Jenderal Golkar Sumarsono dan dua ketua, Muladi dan Andi Matalatta.

Selama delapan hari, 14 – 21 April 2009, kedua tim intensif bertemu. Hasilnya buntu. Sebagaimana diumumkan Sumarsono, Demokrat menolak keinginan Golkar yang hendak mengajukan satu calon wakil presiden bagi SBY, yaitu Jusuf Kalla. “Demokrat selalu minta lebih dari satu nama,” kata Soemarsono.

JK ditolak SBY? Ketua DPP Golkar Burhanuddin Napitupulu melihatnya begitu. “Mereka kan sudah bersama-sama, kenapa malah bikin kriteria yang lalu dilempar ke publik?” Burnap mempertanyakan.

***

Duet SBY-JK berakhir sudah.

Sementara Blok Cikeas makin mengkristal—terdiri dari Demokrat, PKS, PKB, dan PPP—pilihan buat Golkar kini ada dua: bergabung dengan Poros Teuku Umar atau membentuk blok politik sendiri.

Sejauh ini, koalisi PDIP-Golkar menuju pemilu presiden 2009 masih sulit digambarkan. Sementara Mega kukuh akan menjadi calon presiden PDIP, nyaris tak terbayangkan JK bakal bersedia menjadi wakil Mega.

Pertemuan Mega-JK pada Jumat malam, 24 April 2009, pun nyaris berlangsung “dingin” meski dibumbui kesepakatan untuk membentuk tim kecil untuk menjajaki kemungkinan koalisi. Kepada wartawan, Mega bahkan menyuarakan posisi PDIP saat ini yang berseberangan dengan Golkar. “Kita harus membuat rincian bersama karena sebagaimana Saudara ketahui kami ini berada dalam posisi oposisi dan Golkar pada pemerintahan."

Sementara itu, hubungan PDIP dengan Partai Gerindra dan Partai Hanura tampak semakin mesra saja. Dalam Rapat Kerja Nasional PDIP di Kantor DPP PDIP di Lenteng Agung, Jakarta, Sabtu 25 April 2009, Ketua Umum Hanura Wiranto dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto hadir sebagai tamu kehormatan. Kedua jenderal itu, kata Megawati, sengaja diundang “sebagai sinyal untuk lebih kongkrit bekerja sama sebagai teman."

Hingga berita ini diturunkan, selain dengan Mega, JK telah bertemu Wiranto pada Jumat, 24 April. Hasilnya, “Kami sepakat membangun koalisi untuk membangun pemerintahan yang lebih kuat dan efektif."

Perkembangannya masih harus ditunggu. Yang terang, pada pekan-pekan ini para petinggi Golkar akan super sibuk menoleh ke kanan ke kiri, untuk mencari sekutu politik yang baru.

***
• VIVAnews

Minggu, 26 April 2009

I Love u my blog


Kangen..aku betul-berul rindu padamu. Kesibukanku selama ini telah membuatmu kering dan gersang. Padahal, kau adalah tempat curhatku. Kau selalu setia mendengarkan cerita-cerita narsisku, kegelisahan hatiku, teriakan-teriakan jiwaku. Oh my blog, akhirnya aku bisa menjamahmu lagi. aku bisa mendandanimu lagi, aku bisa........

I Love u My blog

Antara Kartini dan Cut Nyak Dien


Jepara, Jawa Tengah 129 tahun lalu, 21 April 1879. Rumah Bupati Raden Mas Adipati Sastrodininggrat melengking tangisan. R A Kartini dilahirkan. Ia kelak disanjung karena dianggap sebagai pembawa emansipasi wanita.

Lampadang, Aceh Besar 160 tahun lalu (1848), Cut Nyak Dhien dilahirkan. Ia ditakdirkan untuk membawa pesan ketangguhan perempuan di medan perang. Bila Kartini dengan tangan gemulai merangkai kata untuk perubahan, Cut Nyak Dhien lebih memilih pedang untuk mempertahankan jati diri ke-Aceh-annya.

Gemuainya Kartini dalam “Habis Gelap Terbitlah Terang” membuat hari kelahirannya diperingati sampai sekarang. Tangkasnya Dhien mengayun pedang, menebas Belanda hanya terabadikan dalam sebuah film. Selebihnya hanya pajangan disekolah-sekolah, sebagai petanda kabar bahwa tokoh yang sampai tuanya tak pernah kompromi dengan penjajah Belanda itu masih dianggap sebagai pahlawan.

Tamat sekolah Europese Lagere School (ELS) setingkat sekolah dasar sekarang, Kartini duduk manis dengan kebangsawanannya menunggu pingitan. Sementara Dhien, yang dididik dibalai pengajian, lebih memilih jadi janda tinimbang tunduk pada Belanda.

Tahun 1903, Kartini menikah dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyoninggrat. Disana Kartini mendirikan Sekolah Kepandaian Putri. Beragam kegiatan pemberdayaan perempuan dilakukan.

29 Juni 1878, Dhien menyandang status janda, setelah Tgk Ibrahim Lamnga, suaminya tewas dalam perang melawan Belanda di Gle Tarum. Dhien maju ke garda depan, menyemangati pasukan megorbankan perlawanan.

Di Rembang, Kartini masih berkutat di bawah teduh mengajari kaum perempuan untuk tak terjebak pada segi tiga lingkaran, sumur, dapur, dan kasur. Di Lamnga, Dhien menarik perempuan dari pelukan suaminya ke medan perang.

Pada usia 25 tahun, 17 September 1904, Kartini meninggal di ranjangnya, setelah berjuang melahirkan putra pertama. Di belantara Aceh, Dhien berjuang dengan penyakit encok dan rabun, setelah suami keduanya, Teuku Umar tewas ditembak Belanda dalam sebuah pertempuran di Meulaboh Aceh Barat.

Belanda menangkapnya setelah pengkhianatan Pang Laot yang tak tega melihat wanita kekar itu renta dengan penyakitnya. 6 November 1908, Dhien tewas di Sumedang, Jawa Barat dan dimakamkan di Gunung Puyuh setelah Belanda membuangnya ke sana.

Di rimba Aceh, gaung semangatnya masih menggema. Dhien pernah berkoar, setelah Mesjid Raya Baiturrahman dibakar Belanda. Ia berteriak di hadapan rakyatnya, “Lihatlah wahai orang Aceh. Tempat ibadah kita dirusak. Mereka telah mencoreng nama Allah. Sampai kapan kita akan begini? Sampai kapan kita akan menjadi budak Belanda.”

Keprihatinan Kartini pada dunia pendidikan dan emansipasi wanita, membuatnya dikenang sebagai tokoh sampai sekarang, dalam berbagai ulasan lembar-lembar buku sejarah.

Perjuangan Dhien dan Kartini pun sama-sama difilmkan. Namun, Tjoet Nja’ Dhien yang disutradarai Eros Djarot (1988) lebih mendapat tempat dengan memenangi piala Cita sebagai film terbaik, serta film Indonesia pertama yang ditayangkan di Festival Film Cannes (1989).

Hanya dalam film Dhien lebih dihargai ketimbang Kartini. Selebihnya nama Dhien hanya tertabal pada sebuah kapal perang TNI AL, mata uang rupiah senilai Rp10 ribu keluaran tahun 1998. Dhien dan Kartini dua sosok yang patut ditimbang-timbang kadar kepahlawanannya.**

Apa sih Hebatnya PKS?


PKS lagi…PKS lagi. Mungkin itulah penilaian sebagian masyarakat terkait pemberitaan di media setahun terakhir ini. Bagaimana tidak, media tidak pernah luput memberitakan partai yang berlambang setangkai padi emas yang diapit oleh bulan sabit ini.

Sepanjang tahun 2009 saja, hampir apa saja yang mengenai PKS, dapat dipastikan menjadi berita besar. Tengok saja materi iklan serial kepahlawanannya. Dengan hanya menayangkan tiga hari di stasiun televisi tertentu, namun hasilnya publik ‘menggosipkan’ selama lebih dari setengah bulan. Itu artinya PKS mendapat keuntungan lebih dari 500 persen.

Materi iklan Satu Bendera yang tampil dalam format kliping media dan iklan akronim PKS dalam berbagai versi pun mendulang perhatian publik yang sama besar. Belum lagi kasus yang menimpa Zul Hamdi. Hanya karena ‘tertangkap tangan’ sedang pijat di tempat legal, langsung diisukan berhubungan badan.

‘Nyanyian’ Abdul Hadi Djamal yang meneyertakan Rama Pratama dalam kasus stimulus pembangunan infrastruktur Indonesia timur, tanpa “ba-bi’bu’ tiba-tiba nongkrong di head line salah satu media nasional. Teranyar, gaya kampanye partai bernomor delapan yang mencaplok identitas warna parpol tertentu langsung dicap kegenitan dan melanggar AD/ART partai.

Lantas, apa sih hebatnya PKS? Bukankah partai berideologi Islam semacam PPP dan PBB memiliki iklan. Namun kenapa mereka tidak pernah dibicarakan? Partai berhaluan nasionalis, sebangsa PAN dan Partai Gerindra juga menyangkan iklan. Bahkan tiga partai besar yang diclaim LSI, PD, PDIP dan Partai Golkar juga melakukan hal yang serupa (iklan). Namun kenapa gaungnya tak seawet ‘made in’ PKS? Kalah cerdaskan mereka?

Banyak kader partai yang jelas terseret kasus korupsi dan tindakan amoral. Namun kenyataaannya tidak ada satupun kader PKS yang terpelosok perkara di atas. Mungin karena ‘bersihnya’, sehingga ‘baru’ pijatan dan dituduh terlibat korupsi langsung menjadi berita besar

Sebegitu hebat, cerdas dan profesionalkah PKS, sehingga senantiasa mendapat perhatian? Atau mungkin ada pihak yang bersekongkol ingin membonsai PKS, dengan mengatakan, PKS memang indah, namun jangan sampai menjadi besar. Wallahua’lam

Ibnu Syakir, iibnusy@gmail.com

Tulisan ini diambil dari : http://inilah.com/berita/citizen-journalism/2009/03/21/92397/apa-sih-hebatnya-pks/
 

kunjungi juga

Dunia Blogger Indonesian Muslim Blogger
Atas nama TuhanKu Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template